Refleksi Lima Tahun Pemerintahan Irwandi Nazar

Senin, 06 Februari 2012

Tahun 2006 sudah berlalu 6 Tahun yang lalu, kini kita berada pada Tahun baru 2012. Melihat realitas hari ini dari kacamata kita sebagai rakyat, tidak ada perubahan substantive yang dibuat oleh Pemerintahan Aceh dalam hal ini Irwandi-Nazar, utamanya dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran. Belum lagi jika kita berkaca dari mindset pemerintah sendiri dalam melakukan pembangunan melalui berbagai program monumentalnya seperti pembukaan Freeport Sabang, proyek Reintegrasi, KPN (Kredit Peumakmu Nanggroe), Moratorium Logging dan pemberantasan korupsi, semuanya bisa dikatakan gagal. Upaya untuk mengundang investasi asing untuk mengelola sumber daya alam Aceh, baik di sektor pertambangan maupun di sektor perkebunan sampai kini juga masih menyisakan berbagai problem di tengah rakyat. Sektor pendidikan yang diklaim oleh pemerintah Aceh mendapat perhatian besar dengan menggelontorkan biaya yang besar untuk pemberian beasiswa ternyata masih disinyalir sarat KKN karena tidak terbuka dan transparan. Praktis 6 Tahun mereka berkuasa belum ada satupun dari program yang mereka canangkan bisa dilihat hasilnya secara memuaskan. Pertanyaannya adalah, kenapa ini terjadi? Padahal seharusnya, semangat rakyat Aceh memilih pasangan Independent ini yakni sebagai antitesa dari pemerintahan sebelumnya yang gagal, harus dijawab dengan keberhasilan dengan kebijakan-kebijakan yang langsung bisa dirasakan oleh rakyat Aceh. Rakyat Aceh sudah terlalu lama hidup melarat dengan berbagai kontradiksi yang puluhan tahun mendera. Mulai dari konflik politik yang menelan ribuan nyawa serta matinya perekonomian rakyat, kemudian diperparah lagi dengan bencana alam maha dahsyat; gempa dan tsunami. Berpijak dari kondisi ini seharusnya pemerintahan baru yang langsung dipilih rakyat ini mempunyai beban moral yang begitu besar sebagai pelecut untuk menjawab berbagai persoalan kerakyatan. Maka ironis ketika tahun-tahun yang lalu pemerintahan Aceh terpaksa mengembalikan dana milyaran Rupiah ke Pusat. Sementara hari ini kualitas pendidikan buruk, akses kesehatan yang tertutup bagi rakyat miskin, harga kebutuhan pokok yang kian hari kian meningkat sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat, biaya pendidikan yang semakin mahal dan lain-lain. Padahal jika melihat syarat-syarat materil maupun subjektif yang dimiliki Aceh hari ini, tidak ada alasan yang bisa diterima akal sehat untuk membenarkan kegagalan ini. Dulu pemerintah yang berkuasa bisa berdalih bahwa pembangunan Aceh terhambat akibat konflik politik dan bencana Alam, tapi sekarang konflik telah berakhir. Dulu dana APBA selalu defisit tapi sekarang dana APBA begitu melimpah-ruah sebagai konsekwensi dari bagi hasil 70;30 antara Aceh dan Pusat. Belum lagi dana yang langsung disuntikkan dari pusat kepada Aceh.
Dahulu yang duduk sebagai Gubernur Aceh adalah orang yang ditunjuk langsung oleh pusat yang bisa jadi mewakili kepentingan Jakarta, tapi kini mereka adalah pemerintahan Aceh yang dipilih langsung oleh rakyat dan seharusnya ini menjadi suntikan moral untuk menjadi pemerintahan yang amanah untuk kepentingan rakyat. Namun nyatanya rakyat Aceh masih berkalang duka dan airmata memasuki 2012 dan satu periode Pemerintahan Irwandi-Nazar. Ironis!
Sebentar lagi rakyat Aceh akan kembali menentukan siapa sosok pemimpinnya untuk lima tahun kedepan. Semoga PILKADA Aceh kali ini bisa melahirkan tipikal pemerintahan yang tidak hanya gagah dalam retorika politik namun ompong dalam hal implementasi, tapi mampu memunculkan tokoh yang benar-benar bisa menajdi representasi kepentingan rakyat.  Selamat berpesta..
Share this article on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2010-2011 Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat All Rights Reserved.
Template Design by team Lembaga dot us | Published by team Lembaga dot us | Powered by Blogger.com.