Profil SMUR (Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat)

Senin, 06 Februari 2012

Bendera SMUR
Dari sejarah panjang pertikaian ekonomi dan politik di Aceh semenjak dideklarasikannya gerakan kemerdekaan Aceh oleh Tgk. Hasan Ditiro pada tahun 1976 telah menyebabkan Aceh berada dibawah agresi militer Indonesia. Penerapan Operasi Militer dibelahan utara dan timur Aceh menyebabkan rakyat berada dalam tekanan dan penderitaan yang tak berkesudahan. Upaya operasi militer yang dikenal dengan DOM berjalan secara sistematis dan terorganisir. Sehingga berbagai pelanggaran yang terjadi dibelahan Aceh tersebut sama sekali tidak diketahui oleh masyarakat luas di Aceh. Semua tragedy yang terjadi secara terstruktur mampu diisolasi dari perhatian dan pengetahuan public dunia. Semua operasi berjalan dengan rapi dan mulus pada decade 1989 s/d 1998.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia yang sedang mengalami resesi pada tahun 1997 telah berdampak buruk pada stabilitas ekonomi Indonesia. Sehingga tak terelakkan pada tahun 1998 indonesia mengalami krisis ekonomi yang begitu parah. Rakyat Indonesia bergerak menuntut kesejahteraan, kekuasaan politik status quo mulai goyah hingga kemudian politik Soeharto yang didukung oleh kekuatan bersenjata harus lengser dari kursi kekuasaan Indonesia.
Seiiring dengan goyahnya struktur politik dan ekonomi Indonesia maka mulailah kebohongan dan kezhaliman yang dilakukan pada masa DOM muncul ke permukaan. Seluruh rakyat Aceh mulai mengakses berbagai informasi dan dokumentasi-dokumentasi kekejian pada masa DOM. Mulai saat itu kesadaran rakyat Aceh memandang bahwa akar dari masalah yang dirasakan oleh rakyat disebabkan oleh keberadaan militer di Aceh, sehingga mulailah rakyat menyuarakan bahwa militer harus dicabut dari Aceh. Suara yang sama juga terjadi di kampus, kelompok-kelompok diskusi dikampus mulai membicarakan issue militerisme dan HAM. Mahasiswa mulai merencanakan untuk melakukan protes menolak keberadaan militer di Aceh. Barangkat dari pikiran itulah kemudian beberapa kelompok diskusi yang berada di beberapa kampus di Aceh seperti Unsyiah, IAIN, Abulyatama untuk membentuk sebuah struktur organisasi revolusioner dalam mengusung issue militerisme. Sehingga dalam hitungan hari pada tanggal 18 maret 1998 kelompok-kelompok diskusi kritis tersebut menggabungkan diri dalam satu organisasi yang bernama Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR). Momentum kelahiran organisasi SMUR dalam perpolitikan Aceh dan Nasional dikenal dengan tragedy aksi 18 maret dip ante perak, aksi berdarah yang diikuti oleh puluhan ribu mahasiswa dalam mengusung issue militerisme mendapat pukulan dari pihak kepolisian, sehingga bentrokan massa tak bisa terelakkan. Semenjak itu aksi-aksi turun kejalan mulai dilakukan, dari issue nasional hingga pada issue lokal di Aceh. Sehingga pada saat pengusungan issue pencabutan DOM di Aceh, gerakan yang dilakukan oleh SMUR tidak hanya melalui kampanye dan aksi-aksi massa, namun pada tahun 1998 SMUR mengirimkan beberapa anggota organisasi ke Jakarta untuk melakukan mogok makan untuk menuntut agar DOM dicabut di Aceh.
Polarisasi politik terus meluas di Aceh, berbagai organisasi mahasiswa mulai menjamur, sehingga selain SMUR masih banyak organisasi mahasiswa lain yang lahir, seperti KARMA, FARMEDIA, WAKAMPAS dan lain-lain. Mahasiswa mengambil peran yang besar bersama rakyat dalam menuntut keadilan untuk mengusut tuntas kasus kemanusiaan di Aceh. Aksi-aksi massa terus dilakukan oleh SMUR bersama mahasiswa lainnya dikampus-kampus dan dijalan-jalan. Keterlibatan rakyat pun kian membesar, sehingga kepemimpinan politik mulai dilakukan dengan keterlibatan rakyatpun kian membesar, sehingga kepemimpinan politik mulai dilakukan dengan juga melakukan pendampingan-pendampingan pengungsian dari setiap daerah. SMUR selalu coba berada ditengah-tengah rakyat di camp-camp pengungsian, penguatan-penguatan pendidikan politik mulai dilakukan rakyat Aceh dalam memperjuangkan aspirasinya bersama mahasiswa. Gerakan rakyat yang terbesar dalam decade 1999 s/d 2001 bisa dilihat dari protes mogok massal dan pawai referendum di Mesjid Raya yang dikenal dengan SIRA-Rakan.
Ditengah refresifitas TNI/POLRI dan kekuatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh, SMUR terus bertahan untuk melakukan perjuangan demokrasi untuk keadilan rakyat, sehingga SMUR sebagai gerakan massa berbasiskan mahasiswa berada dalam posisi di ujung moncong senjata. Operasi demi operasi terus dilakukan pemerintah Indonesia, momentum politikpun terus bergulir di Aceh. SMUR tetap bertahan untuk menyuarakan politik. Mulai dari issue-issue territorial Aceh hingga pada pembelaan hak-hak mahasiswa dikampus. SMUR selalu mendapat tekanan, mulai dari TNI/POLRI hingga birokrasi kampus melalui MENWA. Dengan regenerasi dan kaderisasi yang terus terorganisir, SMUR terus bertahan dan konsisten dalam mengusung issue populis kesejahteraan rakyat dan demokrasi di Aceh. Walaupun terkadang secara politik tenggelam, organisasi tertutup, seperti pada saat digelarkannya operasi militer di Aceh oleh pemerintahan Indonesia. Namun secara organisasi SMUR terus melakukan pengorganisiran untuk tetap menjadi pelopor digarda terdepan dalam perjuangan pembebasan rakyat dari ketertindasannya..
Share this article on :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2010-2011 Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat All Rights Reserved.
Template Design by team Lembaga dot us | Published by team Lembaga dot us | Powered by Blogger.com.